Brief Banyak, Bayaran Tipis? Yuk Bahas Etika Endorse yang Sehat Buat Semua!
Zaman sekarang siapa sih yang gak pernah lihat konten endorse berseliweran di media sosial? Tapi di balik konten kece itu, sering ada cerita kayak brief yang segambreng, revisi berkali- kali, tapi bayarannya? Gak seberapa. Nah, saatnya kita bahas soal etika endorse yang adil dan sehat biar hubungan brand dan kreator digital tetap profesional dan saling menghargai.
Baca juga: Bolehkah Promosi Produk yang Gak Kita Pakai dalam Etika Endorse?
Gimana Sih Rate Card Influencer di Indonesia?
Buat kamu yang baru nyemplung ke dunia influencer marketing atau brand yang lagi cari talent, yuk intip kisaran tarif endorse berdasarkan jumlah followers:
- Nano-influencer (1K–10K followers): Rp100K–500K per post
- Micro-influencer (10K–50K): Rp500K–2,5 juta
- Mid-tier (50K–100K): Rp2,5–5 juta
- Macro-influencer (100K–1 juta): Bisa tembus 10 juta lebih
- Mega-influencer (>1 juta): Rp10–50 juta, tergantung engagement & niche
Data ini dikompilasi dari beberapa platform lokal seperti ICE.id dan beberapa agensi influencer marketing pada 2024.
Tapi yang perlu diingat juga adalah bahwa followers bukan satu- satunya patokan. Engagement rate, kualitas konten, konsistensi branding, dan kepercayaan audiens juga berpengaruh besar. Jangan heran kalau kreator dengan 20K followers yang punya engagement tinggi bisa dihargai lebih dari akun 100K yang followers-nya pasif.
Brief Banyak, Bayaran Tipis? Yuk Bahas Etika Endorse yang Sehat Buat Semua! (Sumber: Freepik))
Baca juga: Jadi Influencer Baru di TikTok, Bagaimana Pertimbangan Menentukan Rate Cardnya?
Masalahnya: Brief Banyak, Tapi Budget Minim
Brand udah makin paham nih pentingnya digital branding, jadi makin sering juga minta konten dengan standar tinggi. Misalnya harus pakai lighting tertentu, durasi pas, tone sesuai, caption storytelling, plus revisi maksimal dua kali.
Tapi kalau bayarannya gak sepadan juga bisa jadi beban buat kreator, karena bikin konten tuh bukan cuma “posting doang”, melainkan di dalamnya ada ide, eksekusi, editing, dan tentu saja waktu.
Baca juga: Influencer dan Endorser Sama atau Beda? Mana yang Cocok Buat Brand Kamu?
Tips Bangun Etika Endorse yang Sehat
Biar kerjasama tetap enak antara brand & kreator, ini beberapa poin penting:
1. Harga = Usaha
Brand perlu memahami, semakin kompleks brief dan revisi, makin tinggi pula effort yang harus dibayar. Kreator juga berhak bilang “tidak” kalau brief gak masuk akal untuk fee yang ditawarkan.
2. Brief Jelas dari Awal
Biar gak buang- buang waktu, brand sebaiknya kirim brief yang jelas sejak awal, lengkap dengan goals, contoh konten, dan ketentuan teknis. Kreator juga bisa kasih pertanyaan atau minta klarifikasi kalau ada yang belum sreg.
3. Transparansi = Trust
Kreator yang jujur soal sponsored post dan tetap konsisten sama branding pribadinya tentu akan jauh lebih dipercaya audiens. Jadi jangan takut kasih tag “#sponsored” atau “#ad” karena itu udah jadi bagian dari etika di dunia digital sekarang.
4. Negosiasi Itu Wajar
Jangan sungkan buat negosiasi. Kreator bisa kasih rate card dan brand juga bisa kasih proposal. Asal komunikasinya sehat pasti bisa nemu titik temu deh.
Baca juga: Brand, Jangan Terlewat Manfaatkan Tren Endorsement di Kalangan Gen Z
Kolaborasi antara brand dan konten kreator adalah salah satu senjata paling utama dalam strategi digital. Tapi, biar hubungan ini awet dan berkualitas, semua pihak harus paham: ini bukan soal followers doang, tapi soal fairness.
Buat brand, hargai proses kreatif ya! Sedangkan kreator, jaga profesionalitas dan integritas! Setelah itu baru deh, endorse-an bisa jadi win-win, bukan bikin drama. Kalau kamu tim brand atau kreator nih? Terus pernah punya pengalaman seru soal brief vs budget yang mana nih? yuk share di kolom komentar!