Satu Pesan, Tiga Gaya! Simak Cara Cerdas Mengubah Storytelling Sesuai Platform Sosialmu
Setuju gak Sobat? Sekarang brand bukan cuma dituntut buat aktif di media sosial tapi juga harus cerdas berkomunikasi. Masalahnya tiap platform tu ibaratnya kayak punya “kepribadian” sendiri. Kalau kamu pakai gaya ngobrol yang sama di semua tempat, bisa- bisa pesanmu gak nyampe, bahkan diskip!
Makanya penting banget untuk bisa mengolah satu pesan jadi tiga gaya tergantung di mana kamu bicara. Gaya storytelling yang adaptif tentu saja bakal bikin audiens betah serta bisa ningkatin efektivitas strategi digital marketing, apalagi kalau kamu main di ranah influencer marketing dan branding. Nah yuk kita bedah satu- satu!
Baca juga: Yuk Jadi Diri Sendiri dan Bagikan Daily Life dengan Autentik di Media Sosial
📸 Instagram: Visual, Estetik, dan Emosional
Instagram itu tempatnya estetika dan narasi visual, ya gak? Audiens di sini suka konten yang cantik dan juga penuh cerita. Jadi, storytelling di sini harus mengandalkan visual yang engaging dan caption yang menyentuh secara personal.
Contohnya, saat kamu menjalankan campaign produk kecantikan, kamu bisa pakai carousel yang menjelaskan manfaat produk disertai pengalaman nyata dari pengguna atau influencer. Tambah juga CTA yang ringan seperti "Share cerita kamu juga, yuk!" buat ningkatin interaksi. IG juga cocok banget buat format seperti reels, tutorial, dan konten before-after. Brand seperti Sociolla atau Skintific sering banget manfaatin ini untuk membangun emotional bonding sambil tetap menjaga gaya visual brand.
Satu Pesan, Tiga Gaya! Simak Cara Cerdas Mengubah Storytelling Sesuai Platform Sosialmu. (Sumber: Unsplash)
Baca juga: Wajib Tau! Tujuan Tersembunyi di Setiap Format Konten Instagram
🎵 TikTok: Seru, Spontan, dan To the Point
TikTok punya karakter cepat, ringan, dan fun. Tapi jangan salah, storytelling yang bagus di TikTok bisa jadi viral dalam semalam kalau kita tahu gimana cara mainnya. Coba pakai format storytelling singkat kayak “3 alasan kenapa kamu harus coba produk ini,” atau “reaksi jujur pertama kali nyobain…”
Brand kayak Scarlett misalnya, sering pakai review spontan dari influencer atau user-generated content yang relatable banget buat audiens muda. TikTok bukan tempatnya hard sell, tapi soft storytelling yang nyelenehlah yang justru bisa jadi senjata paling ampuh.
Baca juga: Yuk Lebaran Lebih Seru dengan TikTok! Ini Tutorial dan Dekorasi yang Lagi Viral
💼 LinkedIn: Profesional, Insightful, dan Autentik
Nah, beda Instagram, beda TikTok, beda lagi dengan Linkedin. LinkedIn tempatnya insight, strategi, dan cerita yang berisi. Tapi jangan salah, audiens LinkedIn juga suka storytelling asal disajikan dengan nilai yang jelas dan ada dampaknya.
Kamu bisa cerita tentang proses kreatif campaign, tantangan kolaborasi dengan influencer, atau perubahan strategi branding berdasarkan feedback konsumen. Buat para decision maker dan profesional kreatif, ini bukan cuma konten tapi referensi dan inspirasi nyata.
Contohnya kayak brand Green Rebels yang sering cerita soal nilai- nilai keberlanjutan mereka di LinkedIn sambil tetap nyambungin ke strategi marketing dan hasil nyatanya. Jadi bukan cuma yang “kami peduli lingkungan,” tapi ini loh buktinya.
Baca juga: Yuk Bangun Personal Branding yang Kuat di LinkedIn dengan Cara Ini!
Satu Cerita, Tiga Gaya: Inilah Power-nya
Mengubah gaya cerita bukan berarti kamu gak konsisten, justru ini bukti bahwa branding kamu fleksibel tapi tetap kuat. Dengan menyampaikan satu pesan yang sama misalnya soal campaign baru, value brand, atau collab seru dengan influencer dalam gaya yang beda- beda, kamu bisa menjangkau lebih banyak orang dengan lebih tepat sasaran. Apalagi di tengah noise media sosial hari ini, yang menang bukan yang paling rame, tapi yang paling nyambung.
Gimana menurut Sobat? Yuk komen!